SAMPAH PLASTIK YANG MEMBERIKAN KEHIDUPAN

Rabu, 30 April 2014



Badannya tinggi besar. Seperti masih terlihat gagah. Tapi jika kau memperhatikan, kau akan

segera tau orang itu sudah tua renta. Beberapa giginya sudah tanggal. Rambutnya putih . Kedua

matanya sayu, namun matanya masih sangat jeli untuk menemukan barang-barang bekas yang

masih layak dijual kepengepul. Jalannya membungkuk, mungkin karena berat memikul barang-
barang bekas dipundaknya. Ditambah lagi ia harus menggendong anaknya didepan. Pakaiannya

kotor dan bau, mungkin ia tak sempat mencucinya. Atau kotor dan bau itu berasal dari barang-
barang bekas yang ia pikul.

Bapak tua itu bernama Pak Bani. Setiap hari ia lewat depan jalan tempatku bekerja untuk

mencari barang barang bekas. Kala itu matahari sangat terik, tanpa menggunakan alas kaki Pak

Bani tetap mencari barang bekas. Ia juga tak pernah memakai penutup kepala untuk sekedar

berlindung dari terik panasnnya sinar matahari. Mungkin kepalanya sudah bersahabat dengan

hawa panas sinar matahari, sedang kakinya juga sudah bersahabat baik dengan panas aspal

Namun ia tak pernah lupa untuk selalu menutupi kepala anaknya mengunakan sejumput

selendang jarit sisa untuk mengendong badan sang anak. Begitu setiap hari, entah sejak kapan

dan akan sampai kapan hal itu akan terus berlangsung.

“ini sudah menjadi jalan hidup saya mba, saya ikhlas menjalani semuanya” Ujar Pak Bani,

sambil mengipasi anaknya yang tertidur didekapannya.

Dulu saya sempat bekerja, tapi semenjak saya sakit paru-paru saya tidak lagi bekerja. Usia saya

sudah tua mbak, anak saya 2 masih kecil-kecil. Ibunya malah pergi entah kemana.”

Sesekali Pak Bani batuk dan memegangi dadanya. Mungkin paru-parunya sakit ketika ia batuk.

Anaknya hanya terdiam. Tatapannya menyedihkan tiap kali melihat sang ayah batuk.

Suatu siang, Pak Bani menghampiri apotek tempatku bekerja. ia mengatakan anaknya sakit,

batuk pilek dan panas. Raut wajahnya mengeriput sedih, matanya berkaca-kaca. Kekhawatiran

tampak sekali diwajahnya.

Mba, anak saya batuk, pilek dan panas. Apa perlu dibawa kedokter mba?

Pakai obat ini saja dulu pak, nanti diminum 3kali sehari semoga cepat sembuh, jadi tidak usah

dibawa kedokter. Ini obatnya dibawa saja pak, tidak usah dibayar “jawabku sambil menyodorkan

obat yang kusarankan.

Trimakasih ya mba ya”

Sama-sama pak, sekarang lebih baik pulang saja pak. Biarkan anaknya tidur istirahat

Kemudian ia meninggalkan apotek. Aku kagum dengan semangat yang dimiliki Pak Bani. Jarak

antara Apotek dengan rumahnya jika dihitung bolak balik sampai 5km. ia harus menggendong

anaknya dan barang-barang bekas yang dipikulnya. Badannya sungguh kuat, untuk seusia Pak

Bani sebenarnya lebih pantas menjadi kakek untuk anak-anaknya.

4hari berselang semenjak Pak Bani ke apotek, ia tak terlihat lewat didepan jalan apotek lagi.

Akhirnya aku putuskan untuk mencari rumah Pak Bani. Bapak pernah memberiku sedikit

gambaran dimana ia tinggal. Bersama seorang sahabat aku mencari rumah Pak Bani. Setelah

beberapa jam berputar-putar dan bertanya kesana-kemari sampailah aku dengan sahabatku

dirumah Pak Bani.

Sampai diambang pintu aku melihat, ini bukan rumah melainkan kamar dan lebih pantas disebut

kamar kos. Depan kamar ada sebuah sumur yang selalu dipakai, sebelahnya ada 3kamar berjajar.

Kebetulan pintu kamar tidak ditutup, dibiarkan terbuka, aku langsung mengucap salam.

Assalamualaikum”,

Walaikumussalam

Masuk mba.. sahut Pak Bani dari dalam”

Aku lihat Pak Bani sedang berbaring diatas kasur kecil dengan selimut untuk menutupi setengah

badannya. Ternyata beliau sedang sakit. Badannya panas, dadanya sakit, dan batuk-batuk.

Untung saja aku membawa beberapa sembako dan obat yang biasa ia konsumsi.

Maaf ya mba, gubuk saya berantakan”

Tidak apa-apa pak, saya mencari bapak juga ingin memastikan keadaan bapak sudah 4hari tidak

terlihat lewat didepan apotek.

Rumah Pak Bani hanya 1 kamar dan dihuni oleh pak Bani dan 2 orang anaknya, hanya ada 1

kasur kecil, beberapa piring dan sendok. Disudut-sudut kamarnya banyak baju berserakan. Tapi

untungnya masih ada TV, walaupun tak sejernih TV zaman sekarang, setidaknya bisa menghibur

Terimakasih ya mba, sudah repot-repot datang kemari. Malah dibawakan makanan dan obat.

Saya tidak bisa menyuguhi apa-apa. Katanya”

“Saya sudah bisa menemukan rumah bapak saja sudah syukur Allahmdulilah pak. Karna sudah

berjam-jam saya berputar-putar untuk mencari rumah bapak. Hehehehe “godaku”

Lalu bapak tidak bekerja?

Saya bekerja mbak, Cuma tidak jauh-jauh. Didekat sini saja. Jawabnya”

Pantas saja Pak Bani lelah, setiap hari ia harus berjalan sejauh 5-6km dan menopang berat yang

dipikulnya, hanya untuk mencari barang bekas. Botol plastik, kaca, kardus dll.

Saya harus bekerja mba, kalau tidak nanti anak saya mau makan apa? Yang penting bisa

beli beras sama kecap. Anak-anak saya sudah terbiasa makan hanya dengan kecap mba.

Alhamdulillah mereka juga tidak rewel.

Terharu, melihat betapa semangatnya Pak Bani berjuang hidup demi anak-anaknya ditengah

kondisinya yang sudah tua renta dan sakit. Tak ada sanak saudara disekelilingnya, tapi ia begitu

semangat untuk bekerja.

“Saya tidak pernah mengeluh dengan apa yang ditakdirkan kepada saya mbak, dengan pekerjaan

saya yang sebagai pemulung, saya juga bisa membantu orang lain dan lingkungan mengurangi

sampah yang tidak mereka pakai, tapi sangat berguna untuk saya. Sekalipun saya tidak bisa

berjalan, saya tidak mau mengemis apa lagi menyuruh anak saya yang mengemis mbak.

Sekalipun saya meninggal, saya yakin Allah akan selalu menjaga anak-anak saya mbak. Dan

semua yang ditakdirkan Allah pasti akan indah pada saatnya nanti mba ”

Iya pak, saya juga percaya Allah akan selalu memberi kakuatan dan jalan untuk umatnya yang

selalu berusaha. Aku terdiam, air mataku menetes, mendengarkan kata-kata yang keluar dari

Seperti yang aku kutip dari syair lagu Esok kan bahagia Ryan D’masiv feat Ariel, giring dan

Hidup yang ku jalani, masalah yang ku hadapi

Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya

Ku kan terus berjuang, ku kan terus bermimpi

Tuk hidup yang lebih baik, tuk hidup yang lebih indah

Dari Pak Bani aku belajar perjuangan hidup harus dihadapi dengan ikhlas supaya segala

sesuatunya terasa ringan. Dan semua yang terjadi pasti ada campur tanggan Allah, jadi kita yang

menjalani harus sabar dan menyerahkan semuanya kepada ALLAH.

0 komentar: