Pada tahun 2007 Pemerintah
Indonesia membuat kebijakan Konversi Minyak Tanah ke LPG. Meski awalnya banyak
yang menyangsikan kebijakan ini akan berhasil. Konversi Minyak Tanah ke LPG
menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Apalagi, keberhasilan
mengubah kebiasaan masyarakat yang turun termurun dari generasi ke generasi menggunakan
Minyak Tanah beralih ke LPG bukan sekadar persoalan teknis, namun juga sarat
dengan aspek sosial dan budaya.
Sebenarnya, tujuan utama
konversi Minyak Tanah ke LPG adalah untuk mengurangi subsidi. Minyak Tanah,
yang biaya produksinya setara dengan Avtur (Avtur adalah salah satu jenis bahan
bakar berbasis minyak bumi yang berwarna bening hingga kekuning-kuningan, memiliki
rentang titik didih antara 145 hingga 300oC, dan digunakan sebagai bakar
pesawat terbang), selama ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat
berpenghasilan rendah yang terkonsentrasi di perdesaan. Sehingga pemerintah
memberikan subsidi harga.
Kebijakan yang sudah berlangsung
bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan negara. Sehingga pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk beralih menggunakan gas LPG.
Sosialisasi Program Pengalihan
Minyak Tanah ke LPG yang dilakukan oleh pemerintah, diharapkan mampu membentuk
pemahaman masyarakat tentang perlunya beralih ke LPG sehingga terjadi perubahan
perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan energi yang bersih sebagai pengganti
minyak tanah. Melalui Sosialisasi ini, pemerintah berharap masyarakat mau
menggunakan LPG sebagai energi alternatif yang terhitung hemat dan bersih
Namun, dengan kebutuhan LPG yang
semakin meningkat ternyata tidak dibarengi dengan kesiapan pemerintah menyuplai
kebutuhan LPG dalam negeri. PT Pertamina (Persero) memperkirakan tahun 2014
impor LPG mencapai 4,8-4,9 juta metric ton atau 60 persen dari total kebutuhan.
Hal ini terjadi lantaran kilang Pertamina tidak mampu menyuplai kebutuhan LPG
yang tiap tahunnya terus meningkat.
"Total impor sekitar
4,8-4,9 juta Metric Ton . Sekitar 60 persen kebutuhan elpji dalam negeri itu
didapatkan melalui impor," demikian Vice President Domestic Gas, Gigih
Wahyu Hari Iriyanto, di Jakarta, Selasa (22/4).
Gigih menjelaskan, kebutuhan
impor LPG 2014 ini meningkat signifikan dibandingkan 2013 yang mencapai 3,3
juta MT atau sekitar 59 persen dari total kebutuhan 5,3 juta MT. Karena
Kebutuhan Terus Bertambah, Pemerintah Tidak Bisa menghindari Impor Gas.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo di tempat terpisah mengatakan, Indonesia tidak
dapat mengurang impor gas elpiji karena bahan baku gas tidak semua diproduksi
oleh negeri sendiri.
Susilo menjelaskan,
komposisi gas LPG terdiri dari C3 atau prophane, dan C4 buthane yang mana tidak
semua gas yang diproduksi Indonesia mengandung C3 dan C4 tersebut.
"Jadi produksi gas mau
digeber kaya apapun itu karena nggak ada LPG-nya ya nggak bisa,"
Untuk mengatasi hal tersebut,
Pertamina perlu segera mengimpor sebanyak 2,82 juta MT gas LPG tahun ini.
Gigih menegaskan, dengan
impor LPG, perseroan menanggung beban anggaran yang sangat Tinggi. Apalagi
harga patokan pembelian dari Saudi Aramco diprediksi naik atau berfluktuasi.
“Jadi,impor sangat memakan
biaya. Mau tidak mau, harga Elpiji khsusus yang nonsubsidi itu harus
disesuaikan berdasarkan keekonomian sehingga Pertamina tidak mengalami
kerugian,”
Sampai kapanpun kebutuhan energi
Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan tingginya pertumbuhan penduduk.
Sementara produksi dan cadangan minyak domestik terus turun tanpa diketahui
kapan ada titik balik. Sehingga impor gas LPG yang mahal akan terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Di sisi lain, Indonesia
mempunyai banyak cadangan dan produksi gas alam, hanya saja karena
infrastruktur penyalurannya di dalam negeri minimalis, gas tersebut terus saja di
ekspor. Kita yang punya tetapi yang menikmati nilai tambahnya bangsa lain.
Pemerintah harus segera menerbitkan kebijakan penggunaan gas bumi. Supaya
bangsa ini mempunyai ketahanan energi yang tangguh. Sehingga bangsa Indonesia
bisa menikmati gas murah Produksi sendiri untuk ketenagalistrikan, industri,
transportasi dan kebutuhan rumah tangga lainnya. (Agus Pambagio, 2014)
DAFTAR PUSTAKA
• Wahyudi,Albi.(2014).Kebutuhan
Terus Bertambah, Pemerintah Tak Bisa Hindari
Impor Gas. Retrieved April 21,
2014 from : http://jaringnews.com/ekonomi/umum/
58152/kebutuhan-terus-bertambah-pemerintah-tak-bisa-hindari-impor-gas
• Marwan,Arbie.(2014).Pertamina:
60 Persen Kebutuhan Elpiji Masih Impor.
Retrieved April 21, 2014 from :
http://www.aktual.co/energi/094640pertamina-60-
persen-kebutuhan-elpiji-masih-impor
• Anonim.(2014). 60% LPG Untuk
2014 Didapat dari Impor. Retrieved April
21, 2014 from :
http://migasreview.com/60-lpg-untuk-2014-didapat-dari-
impor.html#sthash.SjhmrR7o.dpuf
• Pambagio,Agus.(2013).
Politisasi atau Pelintirisasi LPG. Retrieved April 21, 2014
from :
http://news.detik.com/read/2014/01/06/102755/2458976/103/3/politisasi-
atau-pelintirisasi-lpg